Satu tahun sebelum nama Soekarno terpampang sebagai
pahlawan, Pancasila diinterpretasikan dan diresmikan sebagai prinsip dasar
semua politik dan organisasi sosial di tahun 1985. Suharto membutuhkan
Pancasila untuk memperkuat klaimnya dalam kekuasaan. Pengadopsian Pancasila
secara formal ke dalam undang-undang merupakan unsur penting stabilisasi Orde
Baru, membuat Suharto merasa cukup aman untuk membuat beberapa konsesi minor
kepada lawan-lawan politiknya.
Namun, sekalipun merasa aman tapi, jika Suharto diidentikkan dengan
pendahulunya (Soekarno), ia merasakan adanya kebutuhan mendesak untuk melakukan
reinterpretasi sejarah. Pengadopsian Pancasila ke dalam undang-undang saja
belum lengkap menenangkan posisinya. Oleh karena itu, untuk mengurangi peran
Soekarno dalam merumuskan ideologi negara Pancasila, Suharto menugaskan penulis
sejarah militer Nugroho Notosusanto menulis ulang sejarah (cat: lihat catatan
kaki).
Masih mengacu pada kelangsungan rehabilitasi figur Soekarno,
satu setengah tahun sebelum Pemilihan Umum 1987, bandara internasional yang
baru di Cengkareng diresmikan dengan nama Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 5
Juli 1985. Namun, gerakan utama rehabilitasi nama Soekarno dilakukan dengan
mendeklarasikan Soekarno sebagai pahlawan secara resmi pada tahun 1986, 16
tahun setelah kematiannya, 1 tahun sebelum Pemilihan Umum 1987. Suharto
melakukannya dengan sangat hati-hati dan memeriksa dengan seksama kharisma
pendahulunya.
Kehati-hatiannya membuat ia tidak memilih salah satu dari penggunaan kategori pahlawan umum, tetapi menciptakan hanya satu gelar. Gelar Pahlawan hanya bisa diberikan kepada kedua orang dan hanya dalam memperingati satu peristiwa bersejarah tertentu: Dwitunggal Soekarno-Hatta Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Meskipun gerakan ini sekilas terlihat masuk akal dan wajar, namun dengan «meneropong» pergerakan Suharto secara berkesinambungan, dapat mengungkapkan dasar dari tujuan politiknya.
Kehati-hatiannya membuat ia tidak memilih salah satu dari penggunaan kategori pahlawan umum, tetapi menciptakan hanya satu gelar. Gelar Pahlawan hanya bisa diberikan kepada kedua orang dan hanya dalam memperingati satu peristiwa bersejarah tertentu: Dwitunggal Soekarno-Hatta Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Meskipun gerakan ini sekilas terlihat masuk akal dan wajar, namun dengan «meneropong» pergerakan Suharto secara berkesinambungan, dapat mengungkapkan dasar dari tujuan politiknya.
Soekarno dihormati -seperti yang ditetapkan secara resmi-
hanya pada jasanya pada tanggal 17 Agustus 1945. Kegiatan politiknya baik di
dalam gerakan nasionalis tahun 1920-an dan 1930-an atau karir politiknya pada
saat Indonesia merdeka, apalagi pidatonya yang terkenal tentang Pancasila,
tidak ada yang diakui. Dengan bersandingnya Soekarno bersama-sama dengan Hatta
merupakan upaya untuk membatasi nilai dan peran historis Soekarno dalam
sejarah. Integrasi ke dalam jajaran eksklusif pemerintahan juga berarti
meningkatkan pengawasan. Dengan demikian, setelah simbol itu (Soekarno) berada dengan
kuat di bawah otoritas negara, maka penghormatan publik terhadap Soekarno
diperbolehkan.
0 Response to "Satu Tahun Sebelum Nama Soekarno Terpampang Sebagai Pahlawan RI"
Post a Comment